18 September 2008

House happy about 20 percent of state budget for education

SUMBER : ANTARA NEWS

Tuesday, 16th September 2008 11:16

Jakarta, (ANTARA News) - The House of Representatives (DPR)`s Comission X is satisfied with the Indonesian government`s decision to put 20 percent of the 2009 State Budget (RAPBN) aside for education.


The favorable comments were heard here Monday in a working meeting discussing the 2009 State Budget between the Comission X and representatives of the minitries of national education, culture and tourism, and youth and sport affairs.

"To make use of it maximally, the government must make priority and educational top programs," a legislator from the Prosperous Justice Party (PKS) faction, Aan Rohanah, said.

"The government must increase the quantity and quality of the budget for School Operational Service (BOS)," she said, adding that the Constitution clearly stated that "Each and every citizen must enjoy elementary education and the government must pay for it."

The welfare of teachers and lecturers was also a topic of the meeting.

"The government must pay extra attention to efforts to increase the qualifications, professionalism and welfare of teachers and lecturers," said Rohanah, adding that without professional and adequately-paid teachers, education in Indonesia would not improve nor be competitive.

The allocation for education in the 2009 State Budget had been set at Rp75.551 trillion or up significantly from only Rp 48 trillion in the 2008 State Budget.(*)

COPYRIGHT © 2008

16 September 2008

DPR: Perbanyak Beasiswa bagi Siswa Berprestasi

Sumber : Suara Karya Online,
Selasa, 16 September 2008

JAKARTA - DPR mengimbau pemerintah memperbanyak memberikan bantuan beasiswa kepada para siswa dan mahasiswa berprestasi yang tidak mampu, terkait kenaikan anggaran pendidikan pada 2009.


"Pemerintah mestinya lebih banyak lagi mengalokasikan bantuan beasiswa untuk siswa dan mahasiswa berprestasi, tetapi kurang mampu," kata anggota Panitia Anggaran DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Aan Rohanah, di Gedung DPR Jakarta, Senin (15/9).

Selain itu, menurut dia, perhatian dan alokasi anggaran juga diberikan kepada para peraih medali dalam olimpiade matematika, sains dan teknologi tingkat internasional, para atlet berprestasi, seniman dan mereka yang telah mengharumkan nama bangsa di arena internasional.

Bantuan beasiswa itu, tutur dia, idealnya diberikan secara berkelanjutan selama mereka menempuh studi dan bukan temporer. Aan juga meminta agar anggaran pendidikan tinggi dialokasikan pada upaya memajukan iptek dan menjadikan universitas atau perguruan tinggi sebagai pusat penelitian, serta diarahkan pada kebutuhan pasar dan industri.

Dengan demikian, ucap dia, disparitas lulusan perguruan tinggi dengan kemampuan daya serap lapangan kerja yang tinggi bisa dicegah.

Melalui penambahan anggaran pendidikan, kata dia, pemerintah seharusnya menjamin kemudahan akses bagi calon mahasiswa untuk mendaftar ke universitas negeri mana pun. "Perguruan tinggi harus membuka akses seluas-luasnya dan memberi kesempatan kepada anak-anak bangsa dari berbagai lapisan," ucapnya. (Rully)

Anggaran Beasiswa Meningkat

Diprioritaskan bagi Siswa SD yang Miskin

Sumber : KORAN KOMPAS
Selasa, 16 September 2008 | 00:36 WIB

Jakarta, Kompas - Pemberian beasiswa bagi siswa miskin di jenjang sekolah dasar diperbanyak dari 690.000 siswa pada tahun 2008 menjadi 2,2 juta siswa pada tahun 2009. Peningkatan ini sebagai upaya untuk mengatasi anak-anak yang rawan putus sekolah, karena alasan ekonomi, agar tetap bisa sekolah.


”Anak-anak yang sudah putus sekolah karena alasan ekonomi diharapkan juga kembali ke sekolah karena sudah tersedia beasiswa dalam jumlah yang memadai,” kata Mudjito, Direktur Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) di Jakarta, Senin (15/9).

Besarnya beasiswa bagi siswa miskin jenjang SD adalah Rp 360.000 per siswa setiap tahun. Beasiswa tersebut dikirimkan lewat pos langsung kepada siswa yang bersangkutan untuk biaya personal, seperti pembelian baju seragam, alat tulis, buku, atau transportasi.

Adanya kenaikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen pada APBN 2009, tutur Mudjito, digunakan pula untuk meningkatkan jumlah penerima beasiswa. Pada tahun 2009, dari 2,2 juta siswa SD yang akan menerima beasiswa tersebut, 1,8 juta orang di antaranya siswa umum dengan besarnya beasiswa Rp 360.000 setiap orang per tahun. Adapun 405.338 lainnya untuk anak PNS golongan I dan II serta anak tamtama TNI/Polri yang akan menerima beasiswa Rp 250.000 setiap siswa per tahun.

Dewi Asih Heryani, Kepala Subdirektorat Kesiswaan Direktorat TK dan SD Depdiknas, menjelaskan, beasiswa senilai Rp 748 miliar lebih itu dialokasikan ke semua pemerintah provinsi. Pembagian diprioritaskan untuk anak-anak miskin yang rawan putus sekolah.

Saat ini sebanyak 841.000 siswa SD dari total 28,1 juta murid SD/MI mengalami putus sekolah.

Desakan DPR

Secara terpisah, fraksi-fraksi di Komisi X DPR juga mendesak pemerintah untuk memanfaatkan peningkatan anggaran pendidikan semaksimal mungkin bagi layanan pendidikan yang bermutu yang juga dapat dinikmati siswa dan mahasiswa miskin. Desakan tersebut mengemuka dalam rapat kerja mengenai pandangan fraksi-fraksi Komisi X DPR soal RAPBN 2009 di Depdiknas.

”Harus ada kemauan kuat dari pemerintah untuk membebaskan siswa dari biaya pendidikan,” kata Aan Rohanah dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Tonny Apriliani dari Fraksi Partai Golkar mengatakan, pemerintah harus bisa menjamin warga negara mendapat pendidikan dasar sembilan tahun tanpa dipungut biaya dengan dalih apa pun. (ELN)

FPKS Himbau Pemerintah Tingkatkan Beasiswa Murid Berprestasi

Sumber : www.kapanlagi.com
Senin, 15 September 2008 17:17


Kapanlagi.com - Anggota Panitia Anggaran DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Aan Rohanah menghimbau pemerintah untuk memperbanyak memberikan bantuan beasiswa kepada para siswa dan mahasiswa berprestasi yang tidak mampu, terkait kenaikan anggaran pendidikan pada 2009.


"Pemerintah mestinya lebih banyak lagi mengalokasikan bantuan beasiswa untuk siswa dan mahasiswa berprestasi tetapi kurang mampu," katanya di Gedung DPR Senayan Jakarta, Senin.

Selain itu, menurut dia, perhatian dan alokasi anggaran juga diberikan kepada para peraih medali dalam olimpiade matematika, sains dan teknologi tingkat internasional, para atlet berprestasi, seniman dan mereka yang telah mengharumkan nama bangsa di arena Internasional.

Bantuan beasiswa itu, katanya, idealnya diberikan secara berkelanjutan selama mereka menempuh studi dan bukan temporer.

Aan juga meminta agar anggaran pendidikan tinggi dialokasikan pada upaya memajukan iptek dan menjadikan universitas atau perguruan tinggi sebagai pusat penelitian, serta diarahkan pada kebutuhan pasar dan industri.

Dengan demikian, lanjutnya, maka disparitas lulusan perguruan tinggi dengan kemampuan daya serap lapangan kerja yang tinggi bisa dicegah.

Melalui penambahan anggaran pendidikan, katanya, pemerintah seharusnya menjamin kemudahan akses bagi calon mahasiswa untuk mendaftar ke universitas negeri mana pun.
"Perguruan Tinggi harus membuka akses seluas-luasnya dan memberi kesempatan kepada anak-anak bangsa dari berbagai lapisan," katanya.

Saat ini, menurut Aan, perguruan tinggi harus menarik biaya dari masyarakat sangat tinggi dan masyarakat dipaksa mensubsidi biaya masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang semestinya menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah.

"Upaya tersebut semakin menunjukkan legalnya praktik komersialisasi, kapitalisasi dan liberalisasi PTN," katanya. (*/meg



Anggota DPR: Perbanyak Beasiswa bagi Pelajar

Sumber : Lampung Post
Selasa, 16 September 2008

JAKARTA (Ant/Lampost): Anggota Panitia Anggaran DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Aan Rohanah, mengimbau pemerintah memperbanyak bantuan beasiswa kepada siswa dan mahasiswa berprestasi yang tidak mampu, terkait kenaikan anggaran pendidikan pada 2009.


"Pemerintah mestinya lebih banyak lagi mengalokasikan bantuan beasiswa untuk siswa dan mahasiswa berprestasi tetapi kurang mampu," ujarnya, di Gedung DPR Senayan Jakarta, Senin (15-9).

Menurut dia, perhatian dan alokasi anggaran juga diberikan kepada para peraih medali dalam olimpiade matematika, sains, dan teknologi tingkat internasional, para atlet berprestasi, seniman dan mereka yang telah mengharumkan nama bangsa di arena Internasional.

Bantuan beasiswa itu, kata Aan, idealnya diberikan secara berkelanjutan selama mereka menempuh studi dan bukan temporer.

Aan meminta anggaran pendidikan tinggi dialokasikan pada upaya memajukan iptek dan menjadikan universitas atau perguruan tinggi sebagai pusat penelitian, serta diarahkan pada kebutuhan pasar dan industri. Dengan demikian, disparitas lulusan perguruan tinggi dengan kemampuan daya serap lapangan kerja yang tinggi bisa dicegah.

Menurut Aan, melalui penambahan anggaran pendidikan, pemerintah seharusnya menjamin kemudahan akses bagi calon mahasiswa untuk mendaftar ke universitas negeri manapun.

"Perguruan tinggi harus membuka akses seluas-luasnya dan memberi kesempatan kepada anak-anak bangsa dari berbagai lapisan," ujarnya.

Kini, menurut Aan, perguruan tinggi harus menarik biaya dari masyarakat sangat tinggi dan masyarakat dipaksa menyubsidi biaya masuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang semestinya menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah.

"Upaya tersebut semakin menunjukkan legalnya praktek komersialisasi, kapitalisasi, dan liberalisasi PTN," kata Aan. n S-1



02 September 2008

MEMERDEKAKAN ANGGARAN PENDIDIKAN

Sumber : Harian Radar Cirebon, Edisi Selasa 19 Agustus 2008

Akhirnya pada 13 Agustus 2008 lalu MK mengeluarkan putusan Nomor 13/PUU-VI/2008 yang menyatakan bahwa UU No 16/2008 tentang Perubahan Atas UU Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN TA 2008 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena belum mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20%. Dengan putusan ini kita berharap masa depan anggaran pendidikan menjadi lebih merdeka.


Sebab, untuk meningkatkan kemajuan pendidikan nasional sesuai dengan yang dicita-citakan, pemenuhan alokasi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD adalah menjadi keniscayaan. Karena itu, komitmen serius untuk terus meningkatkan anggaran pendidikan adalah persoalan mendesak, jika kita betul-betul serius ingin mencerdaskan kehidupan bangsa ini melalui pendidikan yang bermutu.

UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) telah mengamanahkan bahwa Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 49 ayat (1) menegaskan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Anggaran pendidikan di APBN sebenarnya terus naik cukup signifikan sejak 2003. Fenomena penurunan persentase anggaran hanya sempat terjadi pada 2002. Ketika itu, anggaran pendidikan hanya mendapatkan porsi 3,76 persen. Padahal, pada 2001 sudah mencapai 4,55 persen. Setelah itu, anggaran pendidikan terus bertambah menjadi 4,15 persen pada 2003; 6,6 persen (2004); 7 persen (2005); 9,1 persen (2006); dan 11,8 persen (2007). Dalam APBN 2007, pendidikan telah berhasil mendapatkan porsi terbesar. Begitu juga dalam RAPBN 2008, yang mencapai 15,6 persen.

Kenaikan tersebut tentu tidak terlepas dari kuatnya desakan publik yang terus konsisten memperjuangkan persoalan penting itu. Komitmen ini juga tentu saja menggembirakan kita semua, jika dalam realisasinya bisa konsisten dan dijamin. Namun dalam kenyataannya, untuk merealisasikan agar menjadi 20% ternyata masih kesulitan. Lalu, pertanyaannya, kapan Indonesia mampu menegakkan konstitusi dengan memenuhi anggaran pendidikan 20 persen? Karena faktanya, pemerintah telah gagal merealisasikan skenario anggaran pendidikan 20 persen dalam APBN 2008. Akankah hal itu bisa dicapai pada 2009?

Sudah bertahun-tahun para penyelenggara negara ini melakukan pelanggaran secara terbuka terhadap supremasi konstitusi. Sehingga, Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan sudah empat kali memberikan keputusan dan meminta pemerintah serta DPR untuk mengalokasikan anggaran sebesar 20 persen untuk pendidikan. Terakhir, MK mengeluarkan putusan Nomor 13/PUU-VI/2008 yang menyatakan bahwa UU No 16/2008 tentang Perubahan Atas UU Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN TA 2008 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebelumnya, MK pernah mengeluarkan putusan No 026/PUU-IV/2006 yang menyebutkan bahwa UU No 18/2006 tentang APBN TA 2007 bertentangan dengan konstitusi. Anggaran pendidikan 11,8 persen dalam APBN 2007 memang masih jauh dari batas minimal yang diamanatkan UUD 1945, yaitu 20 persen. Melalui amar putusannya itu, MK menuding pemerintah dan DPR belum berupaya optimal meningkatkan anggaran pendidikan agar amanat konstitusi terpenuhi.

Bahkan pada 2005 MK juga mengabulkan Uji materiil UU Nomor 13 Tahun 2005 tentang APBN 2006, dengan Putusan MK nomor 11/PUU-III/2005. MK menyatakan UU tersebut, sepanjang menyangkut anggaran pendidikan sebesar 9,1 persen sebagai batas tertinggi, bertentangan dengan UUD 1945 (konstitusi).

Dalam pertimbangannya, MK berpendapat bahwa pelaksanaan ketentuan konstitusi tak dapat ditunda-tunda. UUD 1945 telah secara expressis verbis menentukan bahwa anggaran pendidikan minimal 20 persen harus diprioritaskan dalam APBN dan APBD. Ini tak boleh direduksi oleh peraturan perundang-undangan yang secara hirarkis di bawahnya.
Karena itu, persoalan pemenuhan anggaran pendidikan 20% harus menjadi prioritas untuk diwujudkan secara sungguh-sungguh. Pakar pendidikan Indonesia, Prof. Winarno Surakhmad pernah menyatakan, apabila pemerintah tidak memberikan perhatian yang serius atau tidak peduli pada dunia pendidikan, terlebih tidak merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen sesuai amanat UUD 1945, maka akan membawa dampak pada impeachment (pemakzulan) bagi Presiden karena melanggar UU dan apabila rakyat terus bergerak karena ketidak percayaan kepada pemerintah untuk mengurusi rakyat dalam bidang pendidikan. (Pelita, 13/7/2007).

Impeachment adalah istilah yang lazim dikenal dalam hukum tata negara, mengandung arti suatu tindakan politik dengan hukuman berhenti dari jabatan dan kemungkinan larangan memegang suatu jabatan. Impeachment Presiden secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya prosedural menjatuhkan presiden karena alasan tertentu.
Di Indonesia, landasan impeachment adalah pasal 7A UUD 1945: “Presiden dan atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden”.

Karena itu, untuk menghindari terjadinya pemakzulan pada pemerintahan sekarang, di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Indonesia yang ke-63 ini sudah saatnya kita bisa memerdekakan anggaran pendidikan hingga 20 persen sesuai dengan amanat UUD 1945. Sehingga, bangsa ini menjadi bangsa yang cerdas, maju dan bermartabat.

PENDIDIKAN DAN KUALITAS SDM

Dimuat di Harian Radar Cirebon, Edisi Senin 21 Juli 2008.

Lemahnya kualitas SDM menjadi permasalahan utama dalam pembangunan dan daya saing bangsa Indonesia. Hal ini akhirnya menyebabkan rendahnya daya saing global bangsa Indonesia.

Dalam memasuki era globalisasi dan semakin terbukanya pasar dunia, Indonesia dihadapkan pada persaingan yang semakin luas dan berat. Ketidakmampuan dalam meningkatkan daya saing SDM nasional, menyebabkan semakin terpuruknya posisi Indonesia dalam kancah persaingan global.


Menurut catatan World Economic Forum (WEF) tahun 2004, posisi daya saing Indonesia masih berada pada urutan ke-69 dari 104 negara yang diteliti. Posisi tersebut sesungguhnya telah naik dari urutan ke-72 pada tahun sebelumnya. Namun dibandingkan negara ASEAN lain, posisi ini relatif lebih buruk. Karena, Malaysia berada pada urutan ke-31 sedangkan Thailand di posisi ke-34.

Tahun 2006 Human Development Index (HDI) Indonesia hanya menduduki ranking 69 dari 104 negara. Menurut “The 2006 Global Economic Forum on Global Competitiveness Index (GCI)" yang di-relese World Economic Forum, daya saing global Indonesia berada pada posisi yang terpuruk. Untuk wilayah Asia, macan asia Taiwan dan Singapore menempati urutan ke-5 dan 6. Sementara Jepang, rangking ke-12. China dan India rangking 49 dan 50. Di mata WEF, Indonesia disejajarkan dengan Gambia, masuk dalam kategori Negara low-income countries.

Permasalahan utamanya karena terjadi pergantian pemerintahan, kerusakan infrastruktur dan hancurnya pasar uang. Dalam kondisi seperti ini, pendidikan yang merupakan pilar utama pembangunan bangsa juga menjadi tersendat. Biaya yang mahal menjadi tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat.
Kondisi dan permasalahan Indonesia yang multikomplek ini bukannya tidak ada jalan keluar, jika kita mau merubahnya. Nasib suatu bangsa tidak akan berubah, kecuali bangsa itu sendiri mau mengubahnya. Dan, perubahan yang dilakukan pun harus mendasar dengan skala prioritas utamanya, yaitu membangun kualitas SDM melalui pendidikan.

Pertanyaannya adalah mengapa daya saing Indonesia begitu lemah? Apa yang menjadi faktor penyebabnya? Lalu bagaimana peran pendidikan dalam meningkatkan daya saing bangsa?

Rendahnya Kualitas SDM

Daya saing sebuah bangsa tidak bisa dipisahkan dari mutu dan kualitas SDM bangsa tersebut. Jati diri bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada. Untuk itu diperlukan hadirnya SDM terbaik bangsa yang memiliki kecerdasan tinggi, sikap dan mental prima, daya juang dan daya saing tinggi, kemampuan handal, serta nasionalisme sejati.
Kualitas SDM yang diinginkan tentu saja adalah SDM yang mampu melaksanakan pembangunan nasional secara inovatif, kreatif, dan produktif dengan semangat kerja dan disiplin tinggi. Karena itulah, peningkatan SDM pada dasarnya merupakan proses peningkatan kualitas manusia dan mentransformasikan manusia menjadi angkatan kerja produktif.

Jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai 226 juta jiwa merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) yang sangat strategis bagi pelaksanaan pembangunan menuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Dengan potensi SDM sebanyak itu kita tidak perlu cemas akan kekurangan tenaga yang melaksanakan pembangunan bangsa dan mengelola sumber daya alam yang berlimpah.

Sayangnya, dibalik keberlimpahan SDM tersebut kita masih merasa belum puas. Karena, SDM yang berlimpah tersebut sebagian besarnya memilki kualitas yang sangat rendah. Dari 226 juta jiwa penduduk saat ini, lebih separonya termasuk penduduk usia kerja. Dari penduduk usia kerja tersebut hanya kira-kira 65% saja yang bekerja. Dan, dari jumlah penduduk usia kerja tersebut hanya sekitar 4% saja yang memiliki pendidikan di atas SLTA (Diploma, Sarjana dan Pascasarjana). Sedangkan bagian terbesar dari penduduk usia kerja adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).

Dalam usia bangsa indonesia yang lebih dari 63 tahun ini, ternyata kualitas SDM penduduk Indonesia masih tergolong rendah. Untuk kalangan ASEAN saja, kualitas SDM Indonesia berada di urutan bawah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2007, menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-108 dari 177 negara. Penilaian yang dilakukan oleh lembaga kependudukan dunia, UNDP, ini menempatkan Indonesia di posisi yang jauh lebih rendah dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, bahkan Laos.
Selanjutnya, Berdasarkan Global Competitiveness Indeks yang dilakukan World Economic Forum tahun 2006-2007, Indonesia berada di peringkat 50 dari 125 negara. Posisi ini mengalami kenaikan 19 peringkat dari periode sebelumnya. Namun, masih di bawah lima negara ASEAN yang disebut di atas. Pada periode yang sama, kualitas sistem pendidikan Indonesia juga berada pada peringkat 23.

Kondisi ini menunjukkan bahwa ternyata kualitas SDM kita belum begitu membanggakan dan masih lemah dalam percaturan global. Karena itu, pemerintah mestinya lebih serius lagi menangani menangani peningkatan kualitas SDM ini. Sehingga, Indonesia lebih maju dan siap menghadapi persaingan dunia global.

Peran Pendidikan

Untuk mengejar ketertinggalan SDM yang berdaya saing global, kebijakan di bidang pendidikan harus perlu melakukan terobosan secara konsisten dan berkelanjutan. Indonesia harus segera melakukan strategi baru dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas bangsa melalui pendidikan yang berkualitas. Sehingga diharapkan mampu menghasilkan manusia-manusia yang unggul, cerdas dan kompetitif.

Kita perlu mengadakan penataan kembali terhadap sistim pendidikan, mengingat anak-anak bangsa yang terdidik merupakan asset yang paling berharga untuk menghasilkan human capital yang berdaya saing serta mampu mengubah Indonesia dari developing country menjadi developed country. Untuk itu perlu dicari sistem pendidikan nasional yang lebih cocok sekaligus sistem evaluasinya.

Kebijakan pendidikan nasional harus mampu menghadirkan pemerataan pendidikan yang bermutu secara adil pada setiap sisinya. Dalam konteks outcome, pendidikan nasional harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan intelektual, keterampilan dan akhlak mulia secara seimbang.

Pembangunan pendidikan hendaknya dapat membangun manusia Indonesia seutuhnya sebagai subyek yang bermutu. Membangun manusia seutuhnya berarti mengembangkan seluruh potensi manusia melalui keseimbangan olah hati, olah pikir, olah rasa, olah raga, dan olah jiwa yang dilakukan seiring dengan pembangunan peradaban bangsa.

Kesadaran akan betapa pentingnya pendidikan harus dilandasi dengan pemikiran bahwa pendidikan merupakan pondasi dasar (basic fundamental) untuk menyiapkan SDM bangsa yang berkualitas, agar mampu bersaing dengan kondisi jaman yang terus berubah. Dunia pendidikan pun harus adaptif dan akomodatif serta responsif dengan perkembangan globalisasi informasi yang terus terjadi. Dalam hal ini, tentu saja dituntut adanya mutu pendidikan yang berkualitas tinggi.

Inovasi harus menjadi prioritas penting dalam pengembangan sektor pendidikan, jika kita ingin menghasilkan berbagai unggulan kompetitif outcome pendidikan. Tanpa ada inovasi yang signifikan, pendidikan kita hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak mandiri, selalu tergantung pada pihak lain.