17 Desember 2008

BHP MESTI CEGAH KOMERSIALISASI DAN KAPITALISME PENDIDIKAN

Oleh : Dra. Aan Rohanah, Lc, M.Ag (Anggota DPR RI/Panitia Kerja RUU BHP Komisi X/Panitia Anggaran/Fraksi PKS---Caleg PKS No.2 Jabar 8 (Kota / Kab. Cirebon & Indramyu) tahun 2009)

Rabu,17 Desember 2008

Jakarta (17/12), Kehadiran Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) mesti bisa mencegah terjadinya praktek komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan yang sampai kini masih terjadi. BHP juga harus menjamin keberpihakan pendidikan terhadap kalangan miskin dan dhuafa.

Demikian ditegaskan Aan Rohanah Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-undang BHP Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS hari ini Rabu, 17 Desember 2008 di sela-sela Sidang Paripurna DPR RI. Aan mengungkapkan, “BHP mesti bisa mencegah terjadinya praktek komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan. Karena dalam masalah pendanaan pendidikan, pemerintah pusat maupun daerah tetap memiliki kewajiban menanggung biaya pendidikan pada BHPP, BHPPD dan BHPM yang mencakup biaya operasional, biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik, berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan,” katanya di saat Siang Paripurna DPR dengan agenda pengesahan RUU BHP.

Wanita yang aktif dalam kegiatan pendidikan masyarakat ini juga mengharapkan agar ke depan pemerintah dan pemerintah daerah mampu menanggung seratus persen pendanaan pendidikan untuk tingkat SMA/SMK dan perguruan tinggi. Menurutnya, “dalam penyelenggaraan pendidikan dasar, BHP telah mengatur bahwa pendidikan dasar bebas dari pungutan. Bahkan, kami bercita-cita agar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi yang dikelola oleh BHPD dan BHPP dijamin 100 persen pendanaannya oleh negara. Karena dalam Rancangan Undang-undang ini komitmen tersebut bukan suatu hal yang mustahil untuk direalisasikan. Ketentuan pasal pendanaan yang mengatur bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menanggung paling sedikit 1/3 (sepertiga) biaya operasional pada pedidikan menengah dan paling sedikit ½ (seperdua) pada pendidikan tinggi tidak boleh memasung untuk mewujudkan optimalisasi tanggung jawab pemerintah pemerintah dalam pendanaan pendidikan tinggi dan menengah. Untuk kondisi APBN atau APBD saat ini mungkin masih bisa difahami, tapi jika suatu saat APBN atau APBD kita bisa memenuhinya, maka hal tersebut mesti direalisasikan,” ujar politisi perempuan dari PKS ini.
Aan juga menambahkan, “prinsip nirlaba yang menjadi ruh Undang-undang Badan Hukum Pendidikan, diharapkan bisa mencegah terjadinya praktek komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan. Segala kekayaan dan pendapatan dalam pengelolaan pendidikan dilakukan secara mandiri, transparan dan akuntabel serta digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk: kepentingan peserta didik dalam proses pembelajaran, pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat bagi satuan pendidikan tinggi, dan peningkatan pelayanan pendidikan,” imbuhnya.
Menurut Aan, praktek komersialisasi dan kapitalisasi ini bisa dicegah dengan adanya kewajibah BHP menyediakan pendidikan untuk kalangan yang tidak mampu secara ekonomi, “UU BHP menekankan keharusan agar dalam penyelenggaraan pendidikan lebih memperhatikan warga negara yang kurang mampu secara ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah dan BHP menyediakan anggaran untuk membantu peserta didik Warga Negara Indonesia yang tidak mampu membiayai pendidikannya berupa: beasiswa, bantuan biaya pendidikan, kredit mahasiswa, dan/atau pemberian pekerjaan kepada mahasiswa. BHP wajib mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik Warga Negara Indonesia yang kurang mampu secara ekonomi dan/atau peserta didik yang memiliki potensi akademik tinggi paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari jumlah seluruh peserta didik,” tukasnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar