10 Oktober 2007

Pendidikan Kurang, Subsidi Bengkak

Sidang Paripurna Sempat Terhenti Didemo Mahasiswa

JAKARTA - Rapat Paripurna DPR kemarin mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2008 menjadi undang-undang (UU). Sejumlah catatan khusus dari semua fraksi menyertai pengesahan RAPBN yang total bernilai Rp 781,4 triliun. Jumlah itu lebih tinggi daripada APBNP 2007 senilai Rp 752,3 triliun.

Asumsi makro dan anggaran pendidikan paling banyak mendapat catatan. Anggaran pendidikan yang diamanatkan oleh UUD 45 sebesar 20 persen hanya dialokasikan 12 persen. Alokasi tersebut sedikit lebih baik daripada APBNP 2007 yang mencapai Rp 11,8 persen.

Anggaran pendidikan itu dikecam mahasiswa yang menyaksikan jalannya paripurna. Bahkan, sekitar 20 mahasiswa UI langsung berteriak memprotes. Situasi tersebut langsung membuat kegaduhan, apalagi pamdal (pengamanan dalam) DPR bersikap keras dengan menghalangi mahasiswa yang membentangkan spanduk.

Pimpinan sidang Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjoguritno sempat menghentikan sidang sekitar 15 menit. Situasi sempat kisruh. Sejumlah anggota DPR turun tangan dan meminta agar pengamanan mahasiswa jangan dengan kekerasan.

Di satu sisi anggaran pendidikan belum mencapai amanat UUD 45, di sisi lain subsidi semakin bengkak. Walaupun subsidi membesar, tidak muncul suara keberatan DPR. Soal subsidi untuk 2008, terjadi kenaikan Rp 14,88 triliun. Bila sebelumnya 105 triliun, pada RAPBN mendatang, pos ini naik menjadi Rp 119,88 triliun.

Wakil Ketua Panitia Anggaran Hafiz Zawawi menjelaskan, anggaran 2008 sebagian besar diserap subsidi energi yang mencapai Rp 97,6 triliun. Sedangkan subsidi nonenergi Rp 22,28 triliun.Subsidi energi itu antara lain terdiri atas subsidi bahan bakar minyak (BBM) Rp 45,8 triliun dan subsidi listrik Rp 29,78 triliun atau naik Rp 1,9 triliun dari RAPBN 2008 sebesar Rp 27,8 triliun.Sedangkan subsidi nonenergi Rp 22,28 triliun terdiri atas subsidi pangan Rp 6,6 triliun, pupuk Rp 7,51 triliun, benih Rp 725 miliar, dan public service obligation (PSO/kewajiban layanan publik) Rp 1,68 triliun. Lalu kredit program Rp 2,148 triliun, subsidi minyak goreng Rp 600 miliar, dan subsidi pajak Rp 3 triliun.

Karena subsidi terus meningkat, DPR menyarankan agar pemerintah membuat kebijakan subsidi terintegrasi atau memiliki keterkaitan satu sama lain. "Kebijakan subsidi yang terintegrasi tersebut dilakukan dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi subsidi itu sendiri," ujar Hafiz di Jakarta kemarin.

Secara rinci, dalam Rapat Paripurna itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah mewaspadai dua indikator asumsi makro. Yakni, asumsi lifting minyak yang kini ditargetkan 1,034 juta barel per hari dan asumsi harga minyak USD 60 per barel. "Ini terutama karena adanya risiko fiskal yang cukup besar pada pelaksanaan APBN," kata Sri Mulyani.

Menurut dia, pencapaian lifting minyak selama ini mengalami banyak kendala. "Tidak tercapainya lifting minyak akan berdampak signifikan pada APBN, melalui membengkaknya defisit anggaran," ujar Menkeu.

Menghadapi itu, pemerintah mengantisipasi dan membuat perencanaan kontijensi. Hal itu antara lain dengan penyediaan dana cadangan dalam jumlah cukup. Ini untuk mengantisipasi ketidaksesuaian asumsi makro dengan realisasi serta melesetnya pelaksanaan langkah-langkah kebijakan dari yang telah direncanakan.

Asumsi lain yang perlu diwaspadai adalah asumsi harga minyak di pasar internasional yang volatilitasnya sangat tinggi. "Perubahan harga minyak bisa berdampak cukup signifikan terhadap pelaksanaan APBN 2008," jelasnya.

Secara umum pemerintah berpendapat asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2008 masih realistis. Optimisme tersebut didasari perkembangan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro.Pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2008 ditetapkan 6,8 persen. Lalu inflasi 6 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp 9,100 per USD, SBI 3 bulan 7,5 persen, serta harga minyak USD 60 dolar per barel dan lifting minyak 1,034 juta barel per hari.

Menurut Menkeu, pertumbuhan ekonomi 6,8 persen akan tercapai dengan dua faktor. Yakni konsumsi diperkirakan masih cukup tinggi karena meningkatnya daya beli masyarakat. Juga, iklim investasi yang semakin kondusif diharapkan dapat menjadi daya tarik para investor.

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) melalui juru bicaranya, Nursyiwan Soejono, berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi paling realistis adalah 6,5 persen. Tjatur Sapto Edy dari Fraksi Partai Amanat Nasional mengatakan, fraksinya memberikan catatan ekspektasi pertumbuhan ekonomi 6,3-6,5 persen.

Mengenai dana pendidikan, Menkeu mengatakan, anggaran pendidikan selama ini juga mengacu pada undang-undang desentralisasi. Kebijakan itu mendelegasikan fungsi pendidikan kepada pemerintah daerah. "Akibatnya, ini menimbulkan masalah bagaimana sebenarnya desain dan tujuan kita semua untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sesuai dengan yang diamanatkan konstitusi," kata Sri Mulyani setelah menghadiri Rapat Paripurna DPR kemarin.

Pernyataan Menkeu ini menanggapi porsi anggaran pendidikan dalam APBN 2008 yang hanya 12 persen. Menurut dia, pemerintah dan parlemen sebenarnya sudah sepakat menaikkan porsi anggaran pendidikan sesuai dengan yang diamanatkan konstitusi. Namun, amanat ini akan terus dikaji untuk mengetahui secara jelas interpretasi dan konsekuensinya dari sisi anggaran. Dengan begitu, seluruh tujuan nasional bisa tercapai.

Menurut Menkeu, seluruh tujuan nasional bisa ditempuh dengan meneliti semua penerimaan dan belanja negara. Pada saat disisir, penambahan belanja dan penerimaan negara dialokasikan untuk berbagai kebutuhan lain. Termasuk, kebutuhan daerah dan prioritas nasional."Karena itu, anggaran pendidikan yang tadinya pada format APBN awal 12,3 persen, pada akhir pembahasan berubah menjadi 12 persen," ujar dia.

Menurut dia, anggaran pendidikan merupakan keputusan politik yang sangat sulit. Definisi anggaran pendidikan yang diamanatkan dalam konstitusi dicoba diterjemahkan dalam UU Sisdiknas dan berimplikasi pada UU APBN. "Pilihan-pilihan yang ada dipilih. Artinya, setiap kali ada jumlah tertentu yang ingin ditambahkan pada sektor pendidikan akan membawa konsekuensi, baik kepada keseluruhan APBN maupun dalam hal ini pembagian kewenangan pusat dan daerah," katanya.

Keputusan tersebut sempat diprotes Djoko Susilo dari Fraksi PAN dan Ali Masykur Musa dari FKB. Mereka meminta agar namanya dicatat sebagai anggota dewan yang menolak pengesahan RAPBN 2008. "Kalau DPR tidak bisa konsisten, siapa lagi yang akan menegakkan konstitusi ini," teriak Djoko saat melakukan interupsi.
Senada dengan Djoko, Ali Masykur juga meminta agar semua anggota yang menolak RAPBN agar dicatat dalam konsideran persetujuan DPR.

Anggota DPR Komisi X (membidangi pendidikan) Aan Rohanah mengatakan, APBN 2008 telah mengabaikan konstitusi, terutama menyangkut sektor pendidikan. Buktinya, persentase anggaran untuk sektor pendidikan tahun anggaran 2008 hanya ditetapkan 12 persen. Angka itu ironis karena turun jika dibandingkan dengan persentase yang disampaikan Presiden SBY dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2008.

Dalam Nota Keuangan yang dibacakan SBY Agustus lalu, anggaran pendidikan 2008 adalah 12,3 persen. "Sepanjang RAPBN tahun 2008 ini tidak memenuhi besaran anggaran pendidikan sampai 20 persen, maka bertentangan dengan amanat konstitusi UUD 1945," ujar Aan, politikus asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, di Jakarta kemarin.

Dia menjelaskan, pasal 31 ayat (4) mengamanahkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(sof/cak)

Sumber : Jawa Pos, Rabu, 10 Oktober 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar