13 November 2007

Ditolak,UN Jalan Terus



AKSI PELAJAR Ratusan siswa SMA se-Jabodetabek menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, kemarin. Mereka menuntut dibatalkannya penambahan mata pelajaran pada ujian nasional (UN).

JAKARTA (SINDO) – Penambahan mata pelajaran dalam ujian nasional (UN) mendapat penolakan dari berbagai kalangan. Penolakan juga datang lewat berbagai aksi unjuk rasa di daerah maupun di Jakarta.Namun, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo menyatakan UN jalan terus. Pemerhati pendidikan menilai penambahan mata pelajaran dalam UN saat ini kurang tepat.

Menurut mereka, guru dan murid belum siap terkait standardisasi peningkatan mutu pendidikan nasional. Ketua Ad hoc III DPD Nuzron Joher mengimbau pemerintah melakukan sosialisasi agar sekolah dapat memahami lebih jelas. ”Sekolah tidak memiliki pedoman mengenai masalah ini sehingga mereka belum siap dan tidak tahu,” tuturnya.

Pedoman itu,ujarnya,mencakup pendanaan, pembuatan soal, pengawasan, juga standardisasi kelulusan. ”Pemerintah, saya kira, masih dalam rangka percobaan. Tetapi jangan sampai nantinya mengorbankan anak didik, orangtua, guru,juga pendidikan nasional,”ujarnya. Praktisi pendidikan dari Unika Atmajaya Marcellinus Marcellino menilai para guru dan murid belum siap dengan standardisasi peningkatan mutu pendidikan nasional. Dia mengaku sepakat pentingnya standardisasi mutu pendidikan, namun dia berharap hal itu berjalan secara bertahap.

” Mungkin harus ada sistem rayon. Dari tingkat wilayah dulu, lalu provinsi, baru nasional. Jadi bertahap,” katanya ketika dihubungi SINDO,kemarin. Marcellinus mengatakan, dengan bertahap, dapat diketahui daerah mana saja yang sudah dan belum siap dalam standardisasi sistem pendidikan. ”Yang belum siap agar diberikan dukungan dalam bentuk dana atau pelatihan-pelatihan,” tuturnya. Pelatihan itu, ujar dia, meliputi program teknis bagi guru bagaimana mengajar yang baik secara praktikal, membuat tes bagi siswa atau pelatihan metodologi pembelajaran sesuai bidang studi masing-masing.

”Setiap pelajaran memiliki metodologi yang berbedabeda sehingga guru harus mendalami hal itu (metodologi) sesuai bidang studi yang dia geluti,”tutur Pembantu Rektor IV Unika Atmajaya itu. Direktur Institute for Education Reform Utomo Dananjaya mengatakan,secara prinsip pelaksanaan UN telah melanggar Pasal 62 Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Peraturan tersebut menyebutkan, pemberian sertifikat kelulusan siswa dilakukan melalui ujian sekolah, bukan oleh pihak lain lewat UN. ”Jadi, secara teori dan prinsip, UN sudah menyalahi UU,” katanya ketika dihubungi SINDO.

Utomo juga menyayangkan digelarnya UN karena mengabaikan hak anak serta mengganggu kelancaran siswa untuk naik tingkat ke jenjang sekolah berikutnya. ”Apalagi UN disinyalir banyak dibumbui kecurangan secara struktural atau disengaja,”imbuhnya. Dia menemukan banyaknya pelanggaran pada saat pelaksanaan UN yang dibuat para pendidik, bahkan kepala daerah yang ingin mempertinggi tingkat kelulusan siswanya dengan membocorkan jawaban ujian. ”Secara moral hal ini merusak semangat siswa untuk belajar lebih rajin,” terang pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina itu.

Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai kebijakan pemerintah tersebut terlalu mendadak.Hal ini bisa membuat siswa akan semakin berat menghadapi UN. “Dengan yang ada sekarang ini saja sudah banyak yang tidak lulus, apalagi dengan penambahan pada UN,” kata Mu’ti saat dihubungi SINDO tadi malam.
Menurut dia, secara akademis, kebijakan tersebut jelas memberatkan siswa.Padahal,jika itu dilakukan satu tahun setelah adanya sosialisasi, tentu akan ada persiapan yang lebih matang dalam menyiapkan penambahan tersebut. “Karena sebenarnya kebijakan pemerintah itu adalah untuk menciptakan pendidikan yang bermutu. Hanya saja, jika caranya memaksakan seperti sekarang ini, siswa yang tidak lulus akan semakin bertambah.Pemerintah harus mengantisipasi masalah ini,”tuturnya.

Demo Menolak UN

Kemarin, aksi unjuk rasa menolak penambahan mata pelajaran untuk UN terus berlanjut. Ratusan siswa SMU dari seputar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi mendatangi Gedung DPR/MPR menuntut perbaikan sistem UN. Salah satu tuntutan yang diteriakkan mereka di depan pintu gerbang DPR adalah dibatalkannya penambahan tiga mata pelajaran baru dalam UN.“Kami minta mata pelajaran yang diujikan tidak enam, tiga saja,” seru koordinator lapangan pelajar, Billy Aria, saat aksi kemarin.

Mereka juga menolak dinaikkannya batas kelulusan dari 4,25 menjadi 5,3.Mereka beralasan,dengan batasan yang lama pun banyak pelajar yang tidak lulus. Mereka juga menilai pemerintah mengubah-ubah sistem UN dan membuat pelajar menjadi korbannya. “Kami tidak mau dijadikan kelinci percobaan,”teriak salah seorang peserta aksi. Setelah beberapa lama melakukan aksi, sejumlah perwakilan pelajar diterima Komisi X DPR untuk berdialog.

Anggota Komisi X DPR dari FPKS Aan Rohanah, yang ikut menemui para pelajar itu, menyatakan, tuntutan mereka sama dengan sikap anggota Dewan.“ Sebenarnya tuntutan kita sama, itu juga yang selalu kita sampaikan kepada pemerintah,” ujarnya. Menurut Aan, pihaknya tidak setuju dengan UN yang terkesan menyamaratakan kemampuan siswa di seluruh daerah. Padahal tidak semua daerah memiliki mutu pendidikan yang sama. “Di Jakarta, siswa sudah biasa dengan reading comprehension, tapi apakah di daerah juga begitu. Jangankan muridnya, gurunya saja banyak yang nggak bisa,”ungkapnya.

UN Tetap Berjalan

Sementara itu, Mendiknas Bambang Sudibyo menegaskan, pelaksanaan UN mulai tingkat SD hingga SMA/SMK tetap akan dijalankan, meski penolakan muncul dari sekelompok masyarakat. Menurut dia, pelaksanaan UN tersebut sudah menjadi amanat dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No 20/2003. ”Memang ada penolakan, tetapi banyak juga yang setuju.

Karena itu,UN tetap dilaksanakan tahun 2007 untuk SMP dan SMA/SMK,Mei 2008 untuk SD,”tegas Bambang Sudibyo di Jakarta, kemarin. Seperti diketahui, Depdiknas akan menambah mata pelajaran UN untuk SMA. Siswa SMA jurusan IPA akan ditambahi mata pelajaran Fisika,Kimia dan Biologi; untuk IPS ditambah Sosiologi, Ekonomi, dan Geografi.

Sebelumnya, mata ujian UN untuk SMA hanya Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia. Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Bambang Wasito Adi mengatakan, penambahan mata ujian ini untuk meningkatkan mutu lulusan dan pemetaan kinerja guru. Meski banyak aksi protes yang menentang penambahan mata UN untuk SMA, Diknas tetap bergeming. Bahkan, Diknas juga menaikkan standar kelulusan dari 5,0 menjadi 5,25, naik 0,25 dari standar kelulusan tahun lalu.“Tingkat kelulusan tahun lalu termasuk tinggi. Jadi kita mencoba naikkan standar nilai kelulusan menjadi 5,25,” ujar Bambang.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas Burhanudin Tolla mengungkapkan,kriteria kelulusan siswa akan ditetapkan oleh masing-masing sekolah atau madrasah melalui rapat dewan guru. Rapat tersebut tentunya akan mempertimbangkan nilai minimum dan nilai rata-rata mata pelajaran yang diujikan. ”Pemerintah pusat tidak akan ikut campur tangan dalam menentukan kelulusan siswa. Kita hanya membuat soal dan menyediakan dana. Pemerintah akan evaluasi hal ini setiap tahun selama lima tahun ke depan,” terangnya. (CR-01/dian widiyanarko/ CR-03)


Sumber : Seputar Indonesia, Selasa, 13/11/2007 - Koran Sindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar