20 November 2007

UN Ditolak, Mendiknas Maju Terus

YOGYAKARTA(SINDO) – Penolakan daerah atas keputusan pemerintah pusat menambah mata pelajaran Ujian Nasional (UN) 2008 untuk SMA meluas.Namun, Mendiknas Bambang Sudibyo bergeming.

Jika sebelumnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah menolak tegas kebijakan tersebut, kali ini giliran organisasi guru di DIY yang tak sepakat. Salah satunya disuarakan PGRI Kota Yogyakarta yang menginginkan pelaksanaan UN untuk 2008 tetap seperti semula.

Setidaknya,Ketua PGRI Kota Yogyakarta Zainal Fanani berharap jumlah mata pelajaran (mapel) yang diujikan sama dengan UN tahun ini, yakni tiga mapel. Harapan Zainal dan kalangan guru di Kota Yogyakarta agar konsentrasi anak didiknya bisa lebih terfokus dengan pola yang telah dijalankan.

”Saya kira dengan tiga mata pelajaran yang di-UN-kan sudah cukup untuk melihat kemampuan akademis siswa,” ujar Fanani, ketika dihubungi, kemarin. Fanani khawatir dengan aturan baru penambahan mapel UN 2008, justru semakin menjerat siswa pada pola-pola pragmatis. Dia menjelaskan, asal bisa lulus UN semua mata pelajaran, semua dianggap beres.

Sementara pelajaran lain, termasuk pelajaran budi pekerti dan penunjang lainnya akan termarginalkan atau dilalaikan siswa. Apalagi faktanya, menurut Fanani, dengan tiga mata pelajaran UN untuk siswa SMP, SMA, dan sederajat, banyak siswa tidak lulus karena aturan ketat untuk nilai kelulusan UN. ”Banyak siswa yang sudah diterima di perguruan tinggi, harus gagal karena UN-nya tidak lulus. Tiga pelajaran saja banyak yang tidak lulus, apalagi kini mau ditambah jadi enam mata pelajaran,” katanya.

Sementara itu, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengharapkan masyarakat tidak berlebihan dalam merespons UN yang terintegrasi dengan ujian sekolah atau disingkat UNTUS pada 2008. Kelulusan UNTUS sendiri digunakan sebagai salah satu pertimbangan kelulusan sekolah SD/ MI/SDLB, dengan tujuan untuk membangkitkan wibawa sekolah.

Disinggung mengenai penambahan jumlah mapel UN untuk SMP dan SMA pada 2008, Ketua BNSP Djemari Mardapi, saat berbicara di Kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), kemarin mengakui hal itu sudah menjadi keinginan pemerintah dalam rangka mendongkrak mutu pelajar dan kelulusan siswa.

”Jangan terlalu cemas, seperti halnya UN untuk SD dan MI, sekarang yang penting bagaimana memberikan motivasi belajar kepada siswa,” ujarnya. Seperti diketahui, penambahan mapel UN 2008 untuk SMP dan SMA telah diputuskan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 34/2007 tentang Pelaksanaan UN SMP dan SMA, beserta Penambahan Mapel (selengkapnya lihat grafis).

Mendiknas juga mengeluarkan Permendiknas No 33/ 2007 tentang Pelaksanaan UN untuk SD. Permendiknas ini telah ditandatangani Mendiknas Bambang Sudibyo dan kini tinggal sosialisasi ke sekolah-sekolah. Anggota Komisi E DPRD Jateng Mahmud Mahfudz mengungkapkan, penambahan mapel UN justru akan semakin memberatkan siswa. UN yang dilaksanakan, saat ini, dinilai sudah terlalu memberatkan, sebab mereka harus mempertaruhkan masa belajarnya selama beberapa tahun pada ujian beberapa mata pelajaran saja.

”Ini sama sekali tidak masuk akal,” katanya,kemarin. Penolakan juga diungkapkan PGRI Cabang Kudus. Tambahan mapel UN selain membebani siswa, juga akan membebani guru. ”Para guru secara lisan pernah mengatakan kepada saya jika ada penambahan pelajaran tersebut juga akan berdampak pada guru secara psikologis. Pasalnya, para guru dengan ada tambahan tersebut harus meningkatkan mutu kompetensi dan harus sekolah lagi,”kata Ketua PGRI cabang Kudus Hadi Sucipto,kemarin.

Kabid Pendidikan Dasar Disdik Kab Kudus tersebut meminta agar ada kelonggaran bagi siswa supaya bisa lulus tanpa dipersulit. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kudus Abdul Hamid mengatakan, adanya penambahan mapel UN sudah disosialisasikan kepada sekolah- sekolah. Namun petunjuk teknisnya, pihaknya belum menerima dari pemerintah pusat.”UN itu kan kebijakan dari pemerintah pusat, Mas.Jadi kalau hitam di atas putihnya belum ada, saya belum bisa berbicara banyak.Namun, sekolah sudah kita informasikan agar bersiap menghadapi UN yang juga untuk tingkat SD,”kata Hamid.

Demo Menolak UN

Kemarin,aksi unjuk rasa menolak penambahan mapel UN terus berlanjut. Ratusan siswa SMU se- Jabodetabek mendatangi Gedung DPR/MPR menuntut perbaikan sistem UN. Salah satu tuntutan yang diteriakkan mereka di depan pintu gerbang DPR adalah dibatalkannya penambahan tiga mapel baru dalam UN.”Kami minta mata pelajaran yang diujikan tidak enam, tetapi tiga saja,” kata Koordinator Lapangan Pelajar Billy Aria, saat aksi kemarin.

Mereka juga menolak dinaikkannya batas kelulusan dari 4,25 menjadi 5,3. Sebab, dengan batasan yang lama,banyak pelajar yang tidak lulus. Mereka juga menilai pemerintah mengubah-ubah sistem UN dan membuat pelajar menjadi korbannya. ”Kami tidak mau dijadikan kelinci percobaan,” teriak salah seorang peserta aksi.

Setelah beberapa lama melakukan aksi. Sejumlah perwakilan pelajar diterima Komisi X DPR untuk berdialog. Anggota Komisi X DPR dari FPKS Aan Rohanah yang ikut menemui para pelajar itu menyatakan, tuntutan mereka sama dengan sikap anggota Dewan.

”Sebenarnya tuntutan kita sama, itu juga yang selalu kita sampaikan kepada pemerintah,” ujarnya. Menurut Aan, pihaknya tidak setuju dengan UN yang terkesan menyamaratakan kemampuan siswa di seluruh daerah. Padahal, tidak semua daerah memiliki mutu pendidikan yang sama. ”Di Jakarta, siswa sudah biasa dengan reading comprehension, tapi apakah di daerah juga begitu. Jangankan muridnya, gurunya saja banyak yang nggak bisa,”ungkapnya.
UN Tetap Berjalan

Sementara Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo menegaskan,pelaksanaan UN mulai SD hingga SMA/SMK tetap berjalan,meski muncul penolakan dari sekelompok masyarakat. Menurut dia, pelaksanaan UN tersebut sudah menjadi amanat dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No 20/2003.

”Memang ada penolakan, tetapi banyak juga yang setuju. Karena itu, UN tetap dilaksanakan tahun 2007 untuk SMP dan SMA/ SMK dan untuk SD pada Mei 2008,” tegas Bambang Sudibyo di Jakarta,kemarin. Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Bambang Wasito Adi sebelumnya mengatakan, penambahan mata ujian ini untuk meningkatkan mutu lulusan dan pemetaan kinerja guru.

Meski banyak aksi protes yang menentang penambahan mata UN untuk SMA, Diknas tetap bergeming. Bahkan, Diknas juga menaikkan standar kelulusan dari 5,0 menjadi 5,25, naik 0,25 dari standar kelulusan tahun lalu.”Tingkat kelulusan tahun lalu termasuk tinggi. Jadi, kita mencoba naikkan standar nilai kelulusan menjadi 5,25,” ujar Bambang. Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas Burhanudin Tolla mengungkapkan, kriteria kelulusan siswa akan ditetapkan oleh masing-masing sekolah atau madrasah melalui rapat dewan guru.

Rapat tersebut tentunya akan mempertimbangkan nilai minimum dan nilai rata-rata mata pelajaran yang diujikan. ”Pemerintah pusat tidak akan ikut campur tangan dalam menentukan kelulusan siswa. Kita hanya membuat soal dan menyediakan dana. Pemerintah akan evaluasi hal ini setiap tahun selama lima tahun ke depan,” terangnya. Selain nilai ujian, kata dia, faktor kelulusan siswa juga ditentukan oleh kedisiplinan serta akhlak. ”UN hanya menentukan 40% kelulusan, sisanya kedisiplinan dan akhlak,” tandas Burhanudin. (moch fauzi/khusnul huda/arif purniawan/ dian widiyanarko/CR-01)

Sumber : Koran Sindo, Selasa 13 November 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar