13 Mei 2008

Banyak penyimpangan, UN seharusnya dihapus

JAKARTA - Pemerintah diminta mengkaji kembali pelaksanaan ujian nasional (UN) karena ternyata hingga saat ini masih banyak terjadi kecurangan dan kebocoran soal dan lembar jawaban UN. Begitu juga untuk ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) yang akan dilaksanakan pertengahan Mei mendatang sebaiknya dikaji ulang dan bila perlu dihapuskan saja.


Demikian benang merah yang dapat disimpulkan dari komentar anggota Komisi X DPR-RI Aan Rohanah dan Ketua Education Reform Suparman ketika menanggapi pelaksanaan UN yang hingga hari ketiga, Kamis [24/4] ini masih banyak pelanggaran seperti terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.

"Lebih baik kebijakan UN ini ditinjau kembali. Bahkan jika perlu dihapuskan saja," tegas Aan yang sempat terjun langsung meninjau pelaksanaan UN di sejumlah sekolah di wilayah DKI Jakarta, Kamis [24/4].

Anggota Komisi X DPR-RI dari Fraksi PKS daerah pemilihan DKI Jakarta itu sangat prihatin dengan pelaksanaan UN ini karena seruan Mendiknas Bambang Sudibyo agar UN dilaksanakan dengan jujur dan objektif karena dalam praktiknya di lapangan jauh dari yang diharapkan. "Bahkan, seruan tersebut hanyalah isapan jempol belaka."

Menurutnya, pelaksanaan UN hingga saat ini masih banyak kecurangan dan penyimpangan sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Ini menunjukkan objektif ujian nasional ternyata masih memprihatinkan. Adanya tim pengawas independen (TPI) yang berada di kelas-kelas ternyata tidak efektif karena masih kecolongan.

"Fenomena kecurangan dan penyimapngan UN ini sudah menjadi gunung es, modusnya masih sama dengan kasus-kasus sebelumnya. Jika dibiarkan maka akan merusak citra pendidikan nasional. Pendidikan kita hanya akan melahirkan manusia-manusia kredil dan SDM yang tidak bermutum," tegasnya.

Karena itu, Aan menilai banyaknya penyimpangan yang terjadi pada pelaksan UN menunjukkan mendiknas dan jajarannya tidak melakukan pengawasan yang ketat. Mesk begitu, mendiknas diminta bertindak tegas terhadap para pelaku kecurangan ini.

Ketua Education Reform Suparman mengatakan, dirinya sejak dulu tidak setuju dengan UN, karena memang secara pedagogik dan psikologi pendidikan UN itu tidak bisa dijadikan alat ukur prestasi seorang siswa. Apalagi untuk menentukan kelulusan siswa. Nilai UN itu harusnya jangan dijadikan patokan untuk kelulusan siswa, tapi harus dikombinasikan dengan nilai-nilai lain yang sifatnya akhlak mulia di sekolah. (mya)

(Webmaster)

Sumber :

Harian Terbit Online

Sabtu, 26 April 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar