13 Mei 2008

UN Tidak Ciptakan Proses Belajar Kreatif

DEPOK--MI: Ujian Nasional (UN) dinilai tidak akan menghasilkan proses belajar yang kreatif dan berkarakter moral pada siswa. UN dinilai justru menyempitkan proses belajar siswa yang hanya mengandalkan kemampuan bahasa dan logika, serta memicu ketidakjujuran di antara siswa dan pendidik.


Demikian diungkapkan pengamat pendidikan dari Institute for Education Reform,/i> (IRE) Utomo Dananjaya kepada Media Indonesia seusai diskusi ‘UN Sebagai Sarana Peningkatan Mutu’, di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kampus Universitas Indonesia, Depok, Senin (4/2).

Menurut Utomo, hal itu terjadi karena keberhasilan dan ketidakberhasilan siswa dalam proses belajar ditentukan oleh UN, yang notabenenya, kini dikembalikan pada teori Intelectual Quotient (IQ) yang pernah muncul pada awal 1990-an di kalangan ilmuwan barat.

"Artinya, dengan UN, pemerintah tidak melihat ada delapan kecerdasan yang dimiliki seorang anak (siswa), seperti disebut oleh Howard Garner, untuk menumbuhkan belajar kreatif pada siswa," ujar Utomo.

Jika salah satu dari delapan kecerdasan itu ditindas, lanjut Utomo, maka kecerdasan lainnya akan turut tertindas. "Inilah, yang kemudian membenamkan anak, untuk tidak belajar kreatif, karena hanya dituntut kemampuan bahasa dan logika, seperti yang dituntut dalam UN," ujar Utomo.

Namun, ujarnya, jika salah satu dari 8 kecerdasan itu dikembangkan, tanpa ada dominasi kecerdasan yang lainnya, sebaliknya proses belajar anak akan semakin kreatif dan akan menyenangkan, karena proses belajar yang berjalan, tanpa ada paksaan.

Di sisi lain, lanjut Utomo, UN juga dinilai tidak menimbulkan karakter moral yang baik pada peserta didik dan pendidik, karena justru memicu ketidakjujuran antara kalangan siswa dan pendidik.

"Jika pemerintah mau jujur, banyak kecurangan-kecurangan UN yang terjadi, namun pemerintah seakan tutup mata," ujar Utomo.

Bahkan, menurutnya, pelaksanaan UN, tidak lebih baik ketimbang penyelenggaraan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional sebelumnya.

"Sebab itu, sederhananya, UN tidak perlu diadakan, presiden dan menteri saja bisa mundur, apalagi UN yang hanya berlandaskan surat keterangan dari Menteri Pendidikan Nasional," ujar Utomo.

Sementara Hal anggota komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Aan Rohanah menilai, UN justru mendorong anak dan pendidik, untuk tidak jujur. "Pasalnya, kalau pemerintah mau jujur, masih ada kecurangan dari tahun ke tahun, meskipun diperbaiki pengawasannya," ujar Aan.

Selain itu, kata Aan, pelaksanaan UN juga tidak didukung oleh kemampuan guru yang merata di semua daerah, pembinaan guru terhadap siswa, sarana dan prasarana sekolah, serta perhatain pemerintah daerah dan pemerintah pusat terhadap anggaran pendidikan secara nasional dan anggaran pendidikan di daerah.

"Untuk itu, sama dengan pendapat Pak Utomo, sebaiknya UN ditiadakan, karena lebih banyak mudharat-nya (kerugiannya) daripada manfaatnya," ujar Aan. (Dik/OL-06)



Sumber :

Media Indonesia
Saturday, 26 April 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar