21 Mei 2008

BBM Belum Naik, Pendidikan Sudah Susah


JAKARTA, RABU - Kenaikan harga BBM mengancam pendidikan di kalangan rakyat miskin. Harga BBM belum naik saja, mereka sudah kesulitan mengakses pendidikan yang berkualitas. Apalagi jika harga BBM benar-benar naik nanti.

Tatang, supir angkutan Metromini 75 jurusan Blok M-Pasar Minggu mengaku sangat pusing saat ini. Putri bungsunya sekarang duduk di kelas VI Madrasah Ibtidaiyah di kawasan Srengseng Sawah dan sebentar lagi akan lulus. Ia bingung karena memikirkan biaya pendidikan lanjutan anaknya ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang setingkat SMP.

"Ya, katanya kalau mau ngelanjut ke Tsanawiyah minimal bayar lima juta. Cicilnya cuma boleh dua kali, dapat dari mana duit segitu," keluh Tatang. Tatang dan istrinya sempat berpikir akan menyekolahkan putrinya itu ke pesantren di daerah aslinya di Tasikmalaya. Namun, dirinya tidak tega karena jika putrinya harus tinggal jauh dari orang tua. "Saya bilang ke dia, kalau ngelanjutin ke SMP biasa aja gimana. Dia sih mau-mau aja, daripada nggak sekolah. Tapi itu saya masih bingung juga," tandasnya.

Ketiga anak Tatang yang lain juga maksimal tamat di tingkat sekolah menengah umum. Anak pertama dan kedua cuma tamat SMP, sedangkan yang ketiga cukup beruntung, bisa tamat SMEA.

Orang-orang seperti Tatang bisa saja akan bertambah banyak dengan kenaikan harga BBM. Pasalnya, kenaikan harga BBM dapat menimbulkan efek domino ke kehidupan masyarakat, jangankan masyarakat miskin ke bawah, bahkan untuk masyarakat menengah.

"Kenaikan harga BBM akan mengancam kalangan miskin dalam mengakses pendidikan. Hak dan keberlangsungan pendidikan mereka akan semakin suram. Sebab mereka akan kesulitan untuk bersekolah. Masyarakat akan lebih mementingkan urusan perut ketimbang pendidikan," ujar Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Aan Rohanah di Jakarta, Rabu (21/5).

Aan juga menambahkan akan banyak pelajar dan mahasiswa dari keluarga miskin yang drop out karena mereka kesulitan untuk mengikuti kegiatan pendidikan secara efektif. Pemicunya tentu saja adalah tingginya biaya hidup dan operasional pendidikan yang harus ditanggung, di antaranya biaya transportasi, harga beli buku pelajaran dan alat tulis yang semakin tinggi.

Oleh karena itu, menurut Aan, kenaikan harga BBM harus diikuti strategi khusus untuk kebijakan pendidikan. "Pemerintah harus benar-benar menyediakan dana tunai sebesar 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan sebagai konsekuensi dari kenaikan harga BBM ini," tandas Aan. (LIN)

Kompas-online, Rabu, 21 Mei 2008 | 11:40 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar